Penayangan bulan lalu

MENYATUKAN ISLAM DALAM PERBEDAAN

Senin, 29 Agustus 2011

Cerita Hikmah

Pelajaran Syukur dari Dua Orang Pengamen

Kamis minggu lalu, sore itu tepatnya di bilangan UKI Jakarta, waktu telah menunjukan senja kala, matahari telah terbenam, dan sang bulan mulai perlahan menampakkan wajahnya yang cantik. Saya kala itu baru turun dari bus jemputan yang mengantar saya dari kantor di bilangan Cikarang, biasa saya terlelap dalam bus tersebut untuk mempersiapkan energi untuk melanjutkan perjalanan pulang.

Hari itu saya sedang kesal dengan beberapa keinginan yang belum tercapai, dan dalam hati sedang mempertanyakan mengapa Allah memberi saya ujian seperti ini, saya sedang gelisah hati. Dan saat turun dari jemputan pun tiba. Waktu menunjukan sekitar pukul 17.20 menit WIB. Di tengah ramai jalanan ibukota, saya mencoba mampir ke tukang gorengan, karena saya sedang ingin makan gorengan. Khususnya penjual "combro" karena saya menyukai pangan tersebut karena terbuat dari singkong yang diberi oncom, wah buat lidah saya rasanya luar biasa sekali. Panganan tersebut sengaja saya persiapkan untuk berbuka puasa. Karena saya saat itu sedang puasa Senin-Kamis.

Setelah membeli combro dan sebotol teh manis dalam botol atas merek tertentu, saya masukan bekal tersebut ke dalam tas saya. Tidak jauh beberapa meter dari tempat saya membeli combro tersebut saya melihat dua orang anak kecil yang sedang diam dan duduk di pinggiran terotoar di bilangan UKI tersebut.

Saya keluarkan sebuah uang lembar ribuan, karena tangan saya reflek untuk membiasakan diri memberi, walaupun bukanlah sesuatu yang berarti. Tetapi, seorang anak yang lebih tua dengan postur yang lebih besar menolak pemberian saya tersebut. "Maaf Om kami bukan peminta-minta" tolak dari anak tersebut. "Ayo ... ambil saja ..." kali kuperbaiki senyumku, juga uluran tangan yang lebih ringan. Tetapi tetap dia menolaknya.

"Lalu kenapa kamu ada di sini, Dik" tanyaku "Kami memang orang susah Om, tapi ibu kami meminta kami bekerja bukan menjadi seorang peminta-minta" jawab anak tersebut. Saya pun menghargai pendapat anak tersebut, saya juga tidak bermaksud melatihnya menjadi peminta-minta, lalu saya alihkan tatapan kepada anak yang kecil. Matanya yang sayu namun tajam itu seperti menusuk hati ini dan memaku kuat kaki ini untuk terus melangkah.

Mata anak tersebut menerawang, seperti menahan sesuatu sepertinya rasa yang amat sangat. Rasa yang sampai sore ini ditahannya. Dan kini, dari matanya, juga gerak lemah tubuhnya, aku bisa menangkap rasa yang tertahan itu.

"Dik, adiknya kenapa sakit ya?" tanya saya kepada anak tersebut. "Tidak Om, kami belum makan dari dua hari lalu" jawab sang kakak tersebut. "Memang kamu tidak punya orang tua, Dik" tanyaku menyelidik. "Keluarga kami baru saja kena gusur Om" jawabnya. "Astagfirullahalazi m" gumamku dalam hati berat nian derita yang diterima anak ini dan keluarganya.

"Lalu kamu ngapain disini, kalau tidak usaha, kan tidak punya uang untuk makan" tanyaku. "Saya sudah mencoba mengamen Om, tapi hanya mendapat Rp.1000 rupiah" sambil menunjukan uang tersebut kepadaku. "Itukan cukup untuk beli gorengan dik" jawabku menyelidik. "Tidak Om uang ini untuk ibu kami yang sakit parah" ujarnya lagi. "Tadinya uang saya berjumlah 7000 , tapi barusan kami di palak preman Om, uang kami diambil."

Kejamnya hidup di Jakarta, anak sekecil ini pun jadi korban. Kasihan sekali pkirku, dan aku yang selama ini mencoba melakukan puasa pun ketika berbuka pasti telah tersedia makanan, setidaknya hanya combro yang aku beli tadi, tapi kedua anak ini sungguh berat bebannya. Tak terasa air mata ini menetes tanpa aku perintahkan.

"Yuk kita mampir di warung nasi itu, kita beli nasi untuk kamu, adik kamu dan ibu kamu" aku mengajak kedua anak tersebut ke sebuah warung nasi, saya mencoba menggendong sang adik yang terlihat sangat lapar. Di warung nasi keduanya terlihat canggung dalam memilih makanan. "Sudah ambil saja, yang kalian inginkan," ujarku saat itu.

Betapa bahagia melihat kedua anak tersebut memakan makanannya, tiba-tiba teringat di rumah terkadang makanan selalu berlebihan, dan terbuang ke tempat sampah, tapi ternyata banyak orang yang tidak mendapat makan.

Setelah itu, anak-anak tersebut makan, aku meminta untuk dibungkuskan nasi, untuk orang tuanya dan nanti makan malamnya. "Om terimakasih ya, tapi kata ibu kami harus bekerja untuk mendapatkan sesuatu" anak tersebut berkeras untuk menawarkan jasa. "Oke, kamu kan bisa menyanyi, sekarang saya minta untuk dinyanyikan saja," pinta saya.

Dan saya melihat kedua anak itu menyanyi dengan bahagia, senangnya bisa membuat orang lain bahagia. "Alhamdulillah" ucapku dalam hati. Karena Adzan mahgrib sudah memanggil kulanjutkan langkah kakiku, dan aku pamit kepada kedua sahabat kecilku itu sambil kutitipkan uang untuk berobat ibunya. Dan senangnya bisa melihat senyum diwajah mereka memancarkan rasa syukur yang tak tergambarkan, tanpa lupa mengucapkan terima kasih, ia menyambut hangat tanganku.

Dalam hati menuju mesjid terdekat aku berdoa "Ya Allah, alangkah bijak-Nya Engkau menegur hambamu ini. Aku malu... masih ada sederet keluh kesah lagi yang bersarang di hatiku dan Engkau Maha Tahu waktu yang tepat untuk mengingatkanku. Ampuni hamba ya Allah. Segala keterbatasanku mengharapkan ke-Maha Sempurnaan-Mu. Muliakan mereka dengan keberadaannya. dan lindungilah mereka ya Allah. Aamiin."

Ternyata aku masih orang yang beruntung dengan segala yang aku miliki, walau kadang hati ini masih sering tidak bisa melihat keberuntungan diri atas rahmat yang diberikan Allah. Semoga setiap kejadian bisa membawa hikmah kepada kita semua. Allah sangat menyayangi kita dan kasih sayang itu bisa berwujud apa saja, tergantung kita untuk mengakuinya. Wallaahu a'alam.

Sejarah Peradaban Islam Indonesia yang Terkubur (dikubur)

Berbicara tentang peradaban sangat menarik (interestable), karena ia menjadi bagian dari kehidupan umat manusia yang signifikan. Sejarah manusia penuh dengan berbagai peradaban yang silih berganti, tergantung para penguasa dan para pemimpin dunia. Mereka yang kuat akan menentukan model peradaban umat manusia. Apalagi di era global ini, model peradaban hampir menjadi seragam karena sekat-sekat teritorial, nasional, budaya, agama, dan ras tidak mampu membentengi dirinya dari upaya memasarkan model peradaban yang menjadi trend di pihak-pihak yang kuat dan berkuasa. Sehingga pada gilirannya, corak-corak budaya, agama, nasional, dan ras menjadi luntur dan akhirnya hancur, kemudian diganti dengan model paradaban yang mendunia.

Peradaban islam adalah terjemahan dari kata Arab al – hadha- rah al – islamiyah.Kata arab ini juga sering di artikan dalam bahasa indonesia dengan kebuayaan islam “kebudayaan” dalam bahasa arab adalah al-tsaqafa, di indonesia,sebagai mana juga di arab dan barat.

Kalau kita baca definisi kebudayaan (culture), misalnya dalam Kamus yang sama: (1). The totality of socially transmitted behavior patterns, arts, beliefs, institutions, and all other products of human work and thought…., maka kebudayaan memiliki makna yang hampir sama dengan peradaban. Keduanya adalah hasil kerja manusia pada suatu zaman. Namun, dalam pembicaraan secara umum, peradaban nuansanya lebih luas, lebih menyeluruh, lebih sophisticated, dan lebih mentereng.

Disamping itu, berbeda dengan kebudayaan, peradaban lebih dekat dengan struktural (kekuasaan), bahkan melingkupinya. Sedang kebudayaan, biasanya malah sering disebut sebagai antitesa dari kekuasaan (struktural), sehingga sering muncul istilah ‘pendekatan struktural’ dan ‘pendekatan kultural’. Belum lagi dalam keseharian, kebudayaan malah dipersempit lagi dengan aspek2 kesenian belaka. Bahkan kedua aspek itu sering digabung menjadi seni-budaya. Karenanya berbeda dengan kebudayaan yang bisa dibiarakan relatif terlepas dari kekuasaan, peradaban hampir selalu terkait dengan kekuasaan.

Islam diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa bangsa arab yang semula terkebelakang, bodoh, tidak terkenal,dan di abaikan oleh bangsa- bangsa lain,menjadi banngsa yang maju.Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina suatu kebudayaan dan pradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.bahkan kemajuan wilayah barat bersumber dari peradaban islam yang masuk ke Eropa melalui Spayol.

Ketika berbicara tentang masa lalu kaum muslimin bisa jadi sebagian orang –muslim- merasa kurang tertarik bahkan terkesan tidak mau membicarakannya. Inilah buah dari pendidikan kita yang sekuler, Islam tidak diperkenalkan secara komprehensif sebagai peradaban yang agung dan mulia namun hanya diperkenalkan sebagai sebuah ‘agama’ belaka, bukan sebagai sebuah aturan hidup di segala bidang (Idiologi).

Gambaran Islam sebagai sebuah peradaban secara objektif yang terdiri dari aspek kebudayan materi (madaniah) dan kebudayaan inmateri (Tsaqafah) sedikit sekali kita temukan dibuku-buku standar pendidikan kita hingga hari ini.

Peradaban Islam yang dibangun oleh kebudayan materi (madaniah) yaitu hasil karya fisik yang disyariatkan maupun yang bersifat mubah, yaitu produk ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun kebudayaan inmateri (Tsaqafah) yaitu berupa pemikiran yang berfondasikan aqidah dan syariah islam yaitu aturan beribadah dengan sang pencipta, aturan pergaulan, ilmu ekonomi, pendidikan, aturan pemerintahan, kemiliteran, aturan hukum, hingga aturan berhubungan dengan luar negeri.

Dalam ranah sejarah, harapan membangun kaum muslimin bangga terhadap Agamanya sehingga ingin mengamalkan agamanya dan memperjuangkannya, justru terbalik, karena yang ditemukan dalam sejarah Peradaban Islam ternyata kejumudan, penindasan, pengkhianatan, pembunuhan, kerakusan, dsb. Apa sebab? Ternyata yang kita baca selama ini referensinya kebanyakan dari para orientalis barat yang jelas-jelas membenci islam.

Imbas dari pandangan negatif terhadap Sejarah Peradaban Islam adalah dimarjinalkannya ilmu-ilmu islam lainnya. Aqidah dikaji secara dangkal, difahami sebagai Rukun Iman belaka yang dicukupkan untuk dihapal dan dilisankan, bukannya untuk perlihatkan, diamalkan. Syariah sering didengung-dengungkan tetapi mengkajinya jarang-jarang.Bahasa arab dipinggirkan. Al-Qur’an lebih banyak dilagukan daripada dijadikan petunjuk dan pedoman kehidupan. As-Sunnah sering diperbincangkan namun contoh Rasulullah seringkali diacuhkan. Padahal tidak akan terlihat idealitas keagungan dan kemuliaan Islam tersebut apabila tidak difaktual dalam kehidupan. Saya rasa sedang kita rasakan saat ini. Itulah kiranya fakta kemunduran umat muslim saat Ini.

Barat menuduh kaum muslimin sebagai kaum yang bengis, dan agamanya adalah agama yang jumud, anti ilmu, anti pemikiran serta kreatifitas dalam seluruh segemen. Ini adalah penghinaan murni kepada Islam dan umatnya. Kaum muslimin terdahulu, adalah pembawa obor ilmu pengetahuan, membangun pilar-pilar peradaban Islam yang telah menerangi dunia ini, dan hingga sekarang tetap meneranginya.Memang benar, kaum muslimin mengetahui peradaban-peradaban umat sebelumnya, dan mereka mengambil manfaat pelajaran darinya dan bahkan menambahkannya, membenarkan yang benar, lalu mereka membuat kreasi baru di setiap lapangan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan di saat Eropa dalam kegelapan. Kemajuan Eropa di segala bidang yang telah diraihnya pun tak terlepas dari peradaban Islam dan kaum muslimin.

Kejadian-kejadian dan penemuan-penemuan yang telah ditemukan oleh tokoh-tokoh ilmuwan muslim terdahulu jarang diwacanakan atau diinformasikan kepada kita. Sebaliknya, – pada masa kejayaan islam- dimanipulir oleh Barat., lalu mereka menisbatkan penemuan-penemuan tersebut kepada tokoh-tokoh mereka. Sebagai contoh, Isaac Newton, , Barat menobatkan ia sebagai penemu teori gravitasi bumi. Padahal, Tsabit bin Qarah telah menemukan teori itu seratus tahun sebelumnya daripada Newton.

Dimanakah Sejarah Peradaban Islam Indonesia?

Peradaban yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. adalah peradaban yang dibangun di atas pijakan pandangan dunia agama bukan materi. Islam lebih mengedepankan nilai-nilai ruhani dan kemanusiaan. Materi – termasuk teknologi – bukan tujuan utama tetapi hanya aksidental. Keberhasilan menurut Islam tidak diukur dengan perolehan materi yang banyak tetapi diukur dengan pendekatan diri kepada Allah dan memperbanyak bekal untuk hari akhir. Imam Ali as. di saat kepalanya ditebas oleh seorang Khawarij secara spontan berkata, “Demi Tuhan Ka’bah, aku telah berhasil !”. Sampainya seseorang kepada Allah Swt dan berkhidmat kepada manusia adalah prestasi yang dituntut oleh Islam. Materi sebagai materi tidak mempunyai nilai apapun di mata Islam. Materi akan berarti jika dimaknai dengan tujuan-tujuan akhirat. Dalam tulisan ringkas ini, saya tidak perlu mengutip ayat maupun hadis tentang iman dan amal kebaikan, karena sangat banyak ayat dan hadis yang menjelaskan hal tersebut.

Nabi Muhammad Saw. dengan peradaban yang berdasarkan nilai-nilai agama dan kemanusiaan berhasil mengalahkan dua kekuatan yang kuat; Persia dan Romawi yang membangun peradaban dengan kekuatan materi. Meskipun pada perkembangan berikutnya para pemimpin Islam, khususnya khilafah Abbasiyyah, lebih concern pada pembangunan materi bukan pengembangan nilai-nilai agama dan kemanusiaan.

Jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia telah memeluk agama hindu dan budha disamping kepercayaan nenek moyang mereka yang menganut animisme dan dinamisme. Setelah Islam masuk ke Indonesia, Islam berpengaruh besar baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi,maupun di bidang kebudayaan yang antara lain seperti di bawah ini.

Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab. Bahasa Arab sudah banayk menyatu dalam kosa kata bahasa Indonesia, contohnya kata wajib, fardu, lahir, bathin, musyawarah, surat, kabar, koran, jual, kursi dan masker. Dalam hal nama juga banyak dipakai nama-nama yang berciri Islam (Arab) seperti Muhammad, Abdullah, Anwar, Ahmad, Abdul, Muthalib, Muhaimin, Junaidi, Aminah, Khadijah, Maimunah, Rahmillah, Rohani dan Rahma.

Pengaruh Budaya, Adat Istiadat dan Seni
Kebiasaan yang banyak berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan salam, acara tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal kesenian, banyak dijumpai seni musik seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan shalawat. Kita juga melihat pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau masjid di Indonesia yang banayak dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di wilayah Timur Tengah.

Pengaruh dalam Bidang Politik

Pengaruh ini dapat dilihat dalam sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia seperti konsep khilafah atau kesultanan yang sering kita jumpai pada kerajaan-kerajaan seperti Aceh, Mataram. Demak, Banten dan Tidore

Pengaruh di bidang ekonomi

Daerah-daerah pesisir sering dikunjungi para pedagang Islam dari Arab, Parsi,dan Gujarat yang menerapkan konsep jual beli secara Islam. Juga adanya kewajiban membayar zakat atau amal jariyah yang lainnya, seperti sedekah, infak, waqaf, menyantuni yatim, piatu, fakir dan miskin. Hal itu membuat perekonomian umat Islam semakin berkembang.

Ulama dan Intelektual; Simbol Peradaban Islam Indonesia

Sangat disayangkan.. “penglihatan” sejarah Islam di Indonesia tidak memunculkan “periodisasi keemasan” peradaban Islam dalam kurun waktu abad 16 sampai 18 M, karena periodisasi yang muncul adalah masa “prakolonialis”. Padahal pada masa ini tumbuh peradaban Islam yang setaraf dengan sejarah peradaban Islam di Timur Tengah masa Daulah Abassiyah. Bukti-bukti yang menunjukan lahirnya peradaban Islam di Indonesia adalah dengan munculnya para Ulama dan Intelektual Islam di seluruh penjuru Nusantara. Mereka diantaranya :
- Syeikh Hamzah al-Fansuri (Sasterawan sufi agung)
- Syeikh Nuruddin ar-Raniri (Ulama ahli debat,tersohor di Aceh)
- Habib Husein al-Qadri (Penyebar Islam Kalimantan Barat)
- Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (Pengarang Sabil al-Muhtadin)
- Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari (Ulama sufi dunia Melayu)
- Syarif Abdur Rahman al-Qadri (Sultan pertama kerajaan Pontianak)
- Syeikh Abdul Rahman Minangkabau (Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah)
- Mufti Jamaluddin al-Banjari (Ahli undang-undang Kerajaan Banjar)
- Ahmad Khathib Sambas (Mursyid Tariqat Qadiriyah)
- Syeikh Nawawi al-Bantani (Digelar Imam Nawawi kedua)
- Muhammad Khalil al-Maduri (Guru ulama Jawa, Madura)
- Saiyid Utsman Betawi (Mufti paling masyhur)
- Tuanku Kisa-i al-Minankabawi lahirkan tokoh besar Hamka
- Raja Muhammad Sa’id – Cendekiawan Istana Riau
- dll

….. sayang sedikit pengetahuan tentang mereka..padahal mereka telah memberikan andil besar dalam peradaban Islam di Indonesia dengan karya-karya kitab yang mereka tulis. Tulisan tangan asli para ulama yang disebut manuskrip, merupakan bukti sejarah perkembangan Islam di kawasan ini. DR H Uka Tjandrasasmita, seorang Arkeolog Islam menyatakan ; Di Aceh, pada abad 16–17 terdapat cukup banyak penulis manuskrip. Misalnya, Hamzah Fansuri, yang dikenal sebagai tokoh sufi ternama pada masanya. Kemudian ada Syekh Nuruddin ar-Raniri alias Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu ‘Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi. Ia dikenal sebagai ulama yang juga bertugas menjadi Qadhi al-Malik al-Adil dan Mufti Muaddam di Kesultanan Aceh pada kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani abad 16. Salah satu karyanya yang terkenal berjudul ”Bustanul Salatin.” Syeikh Abdul Rauf al-Singkili yang juga ditetapkan sebagai Mufti dan Qadhi Malik al-Adil di Kesultanan Aceh selama periode empat orang ratu, juga banyak menulis naskah-naskah keislaman.

Karya-karya mereka tidak hanya berkembang di Aceh, tapi juga berkembang seluruh Sumatera, Semenanjung Malaka sampai ke Thailand Selatan. Karya-karya mereka juga mempengaruhi pemikiran dan awal peradaban Islam di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, Buton hingga Papua. Sehingga di daerah itu juga terdapat peninggalan karya ulama Aceh ini. Perkembangan selanjutnya, memunculkan karya keislaman di daerah lain seperti, Kitab Sabilal Muhtadin karya Syekh al Banjari di Banjarmasin. Di Palembang juga ada. Di Banten ada Syekh al Bantani yang juga menulis banyak manuskrip. Semua manuskrip ini menjadi rujukan umat dan penguasa saat itu.

Taufik Abdullah (2002) membagi sejarah peradaban Islam di Nusantara dari abad ke-13 hingga pertengahan abad ke-19 M ke dalam tiga gelombang, yaitu :

1. Gelombang Pertama adalah gelombang diletakkannya dasar-dasar kosmopolitanisme Islam, yaitu sikap budaya yang menjadikan diri sebagai bagian dari masyarakat kosmopolitan dengan referensi kebudayaan Islam. Gelombang ini terjadi sebelum dan setelah munculnya kerajaan Samudra Pasai hingga akhir abad ke-14 M.
2. Gelombang Kedua terjadi proses islamisasi kebudayaan dan realitas secara besar-besaran. Islam dipakai sebagai cermin untuk melihat dan memahami realitas. Pusaka lama dari zaman pra-Islam, yang Syamanistik, Hinduistik dan Buddhistik ditransformasikan ke dalam situasi pemikiran Islam dan tidak jarang dipahami sebagai sesuatu yang islami dari sudut pandang doktrin. Gelombang ini terjadi bersamaan dengan munculnya kesultanan Malaka (1400-1511) dan Aceh Darussalam (1516-1700).
3. Gelombang Ketiga, ketika pusat-pusat kekuasaan Islam di Nusantara mulai tersebar hampir seluruh kepulauan Nusantara, pusat-pusat kekuasaan ini ‘seolah-olah’ berlomba-lomba melahirkan para ulama besar. Dalam gelombang inilah proses ortodoksi Islam mengalami masa puncaknya. Ini terjadi pada abad ke-18 – 19 M.

…… semoga kita bisa menghargai jasa besar ulama indonesia masa lalu….


Sumber: www.serbasejarah.wordpress.com

Fakta Sejarah

Oleh : Hamid Fahmi Zarkasyi
Dalam masyarakat yang tak bertuhan alias sekuler, sejarah didekati melalui tiga sisi. Pertama, pandangan siklus, artinya sejarah itu berjalan seperti sebuah siklus dan mengalir alami. Tidak ada Tuhan atau tujuan di balik kejadian itu. Pandangan Yunani kuno ini masih diminati oleh Nietzsche atau Spangler.

Kedua, pandangan providensial, artinya sejarah itu sepenuhnya dibimbing oleh Tuhan, dan manusia tidak punya peran yang berarti. Ini bersifat deterministik. Tapi pandangan ketiga yang juga deterministik adalah pandangan deterministik sekuler. Artinya sejarah itu diciptakan bukan oleh kekuatan manusia, tapi oleh motif-motif ekonomi (Marxis, Hegel). Dalam ketiga pendekatan tersebut, manusia dianggap tidak berkehendak, tak bercita-cita, tak bertanggung jawab, tak bermoral alias tidak hidup.

Dalam Islam makna sejarah sejalan dengan makna realitas. Terdapat pandangan dualitas yang tidak dualistis dan bukan pula dualism. Di satu sisi ada Tuhan yang menciptakan, ada alam semesta yang diciptakan. Tapi Tuhan tidak menjadi bagian dari alam karena Ia transenden. Tuhan mengatur dunia tanpa menjadi bagian daripadanya. Di sisi lain terdapat manusia yang juga diciptakan. Manusia, meski diciptakan, ia bukan benda mati. Manusia diberi petunjuk dan janji, diberi akal dan kehendak, serta diberi kebebasan untuk memilih arah perjalanan hidupnya (sejarahnya). Hanya saja ia juga menggendong amanah, tugas, serta kewajiban. Dengan itu semua manusia bebas berinteraksi denganNya.

Sejarah adalah eksposisi fakta dan realitas masa lalu, kata James Fenimore Cooper (1789 - 1851), seorang novelis dari Amerika. Tapi, James masih kurang terliti, sebab eksposisi atau ekspresi masa lalu bukanlah sepenuhnya reproduksi dari realitas. Pikiran sangat berperan dalam melakukan eksposisi, karena ia memiliki pandangan terhadap realitas. Pandangan itu adalah worldview.

Oleh sebab itu penulis sejarah itulah yang mengarahkan jalannya perjalanan sejarah di masa lalu. Jadi siapa berkuasa atau yang memenangkan wacana, menguasai. Persis seperti kata Alex Haley (1921 - 1992), seorang penulis Amerika bahwa History is written by the winners. Maka dari itu Norman Davies (1939 - ), sejarawan dan penulis Inggeris, menasehatkan dengan tegas, “semua sejarawan harus menuturkan ceritanya dengan meyakinkan, kalau tidak maka akan dilupakan.”

Ketika seseorang menulis sejarah, ia secara otomatis akan memasukkan data dan fakta secara selektif. Data dan fakta yang sesuai diambil, yang tidak dibuang. “Fakta sejarah”, kata Carl Becker (1873 - 1945), sejarawan Amerika, “tidak ada kecuali diciptakan oleh sejarawan, dan setiap bagian yang diciptakannya itu beberapa bagian dari pengalaman pribadinya pasti masuk”. Bagi sejarawan Inggeris A. J. P. Taylor (1906 - 1990), menjadi sejarawan di Prancis, katanya, sama dengan menjadi tentara, politisi, dan dalam pengertian kuno menjadi seperti nabi dan guru spiritual dan moral. Artinya, sejarawan menentukan banyak hal.

Sejarah Amerika Serikat yang ditulis oleh pendatang, akan jauh berbeda dari yang ditulis oleh suku Amerika asli. Orang kulit putih pasti akan memulai sejarah Amerika, misalnya, dari Declaration of Independence, sementara penulis dari suku asli akan menggali sejak terjadinya pembunuhan masal oleh pendatang. Jadi sejarah adalah subyektif. Masing-masing penulis memiliki worldview sebagai basis subyektifitasnya.

Muhammad Rasulullah sebagai Nabi terakhir adalah fakta. Namun, ia tidak akan menjadi fakta sejarah, kecuali terdapat sejarawan yang mendudukkannya. Bagi sejarawan Muslim, pada fakta tersebut terdapat fakta metafisis (berdasarkan wahyu) bahwa Tuhan sebelum itu telah mengutus nabi-nabi dengan kitab-kitab. Ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara manusia dengan Tuhan. Manusia memerlukan petunjuk, dan Tuhan mengetahui hal itu dan kemudian memberi petunjuk. Tapi petunjuk Tuhan yang tertulis, diakhiri dengan Qur’an sebagai kitab penutup, berikut Nabi Muhammad sebagai Nabi pamungkas, dan Islam sebagai agama yang disempurnakan.

“Akhir” dalam pengertian menunjukkan sebuah perjalanan dari awal. Dari fakta-fakta empiris dan non-empiris, dapat diangkatlah sebagai fakta sejarah bahwa Muhammad adalah Nabi terakhir.

Proses atau perjalanan itu merupakan bukti adanya interaksi antara perilaku manusia dan kehendak Tuhan. Ini berarti interaksi Tuhan kepada manusia melalui kitab dan Nabi-nabi telah telah berakhir. Manusia dijamin dapat menemukan kebenaran melalui Nabi dan kitab terakhir. Penafsiran kita terhadap dua sumber itu akan dapat mencapai kebenaran.

Gelar Nabi terakhir mungkin disamakan orang dengan stempel Fukuyama terhadap perjalanan sejarah Barat melalui judul bukunya The End of History, Akhir Sejarah. Tapi ada perbedaan prinsipil di sini. Di Barat perjalanan sejarah ditentukan oleh faktor materi, terutama perkembangan ekonomi. Manusia seperti tidak memiliki peran, sebab ekonomi dimaksud adalah proses alami yang didorong semata-mata oleh materi. Dari pandangan materialistis dan sekuler itulah kesimpulan Fukuyama berbunyi bahwa kapitalisme liberal dan demokrasi adalah model terakhir dalam sejarah hidup manusia Barat. Tentu jauh sekali bedanya.

Dalam pandangan Islam, sejarah bergerak karena adanya kehendak manusia, bukan diatur oleh hukum alam. Sejarah diatur oleh hukum Tuhan. Hukum Tuhan ada dalam alam, yang dalam Islam disebut kitab terbuka atau tak tertulis. Kita tidak bisa memahami kitab terbuka kecuali dibimbing oleh kitab tertulis yaitu al-Qur’an. Lagi dalam pandangan sekuler materialistis, sejarah berakhir di bumi. Manusia hidup sekali dan sesudah itu mati dan selesai. Dalam Islam sejarah berakhir pada Hari Perhitungan dan berada di luar sejarah dalam pengertian sekuler itu.

Jadi, sejarah dalam Islam harus ditulis dengan menggunakan cara pandang historis dan normatif. Caranya dengan merekonstruksi cara-cara pembuatan fakta sejarah, membayangkan apa yang terjadi. Selanjutnya menekankan perilaku manusia untuk merekonstruksi dengan sepenuh makna kemanusiaannya. Dan terakhir, memberikan penilaian berdasarkan pandangan hidup Islam.

Jadi, penulisan sejarah adalah sebuah proses penggambaran fakta manusia secara obyektif, tapi pada saat yang sama meletakkan obyek itu dalam neraca konsep yang terdapat dalam realitas kitab Tuhan yang tertulis dan tidak tertulis. Maka sebagaimana kata sejarawan Yunani Dionysius of Halicarnassus (hidup 1 SM), sejarah adalah filsafat yang mengajar dengan contoh.

Sejarah sebagai sebuah contoh, dapat dikaji dari firman Allah yang berbunyi, “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (Ibrahim : 24-25).

Ini berarti bahwa sejarah dalam pandangan Islam bermula dari sebuah ajaran yang difahami dan dikembangkan oleh manusia, yang kemudian tumbuh seperti sebuah pohon, yakni kehidupan (syajarah). Pohon itu kemudian memberikan manfaat (rahmat) atau buahnya kepada manusia lain dengan melalui hukum dan kehendak Tuhan. Jadi, sejarah dalam pandangan Islam adalah interaksi antara nilai dan praktek kehidupan manusia yang dinaungi oleh kehendak dan hukum Tuhan. Itulah syajarah yang tumbuh dan itulah sejarah yang hidup.