Penayangan bulan lalu

MENYATUKAN ISLAM DALAM PERBEDAAN

Jumat, 01 Maret 2013

Pengertian Agama

Pengertian agama atau definisi agama dalam jagad pemikiran Barat, telah mengundang perdebatan dan polemik tak berkesudahan. Baik dibidang filsafat agama, teologi, sosiologi, antropologi, maupun ilmu perbandingan agama. Sehinggga sangat sulit bahkan nyaris mustahil untuk mendapatkan definisi agama yang bisa disepakati dan diterima semua pihak. Wilfred Cantwell Smith misalnya menyatakan: terminologi (agama) luarbiasa sulitnya didefinisikan. paling tidak dalam beberapa dasawarsa terakhir ini terdapat beragam definisi yang membingungkan dan tak dapat diterima secara luas.....Oleh karenanya, istilah ini harus dibuang dan ditinggalkan untuk selamanya." (Wilfred cantwell smith: The meaning and end of Religion (London, spk[1962] 1978) Pandangan Smith, jelas berlebihan, karena istilah ini masih terus digunakan sampai hari ini. Lalu bagaimanakah pengertian agama yang sebenarnya? Menurut Dr. Anis malik Thoha, untuk mendefinisikan agama, para ahli menggunakan setidaknya tiga pendekatan. yakni pendekatan fungsi, institusi dan substansi. Para pakar sosiologi dan antropologi cenderung mendefinisikan agama dari sudut fungsi sosialnya. Sebagaimana yang dilakukan Durkheim, Robert N. Bellah, Thomas Luckemann, dan Clifortz Geertz. Para ahli sejarah sosial (social history) cenderung mendefinisikan agama sebagai sebuah institusi historis. Yakni suatu pandangan hidup yang institutionalized, dengan melihat latar belakang kelahiran agama yang kemudian semakin karakteristik mengikuti alur kesejarahan. Sedang kebanyakan pakar teologi, fenomenologi dan sejarah agama cenderung melihat dari aspek substansinya yang sangat asasi, yakni sesuatu yang sakral, mengenai hubungan Tuhan dengan makhluknya. Bila dikaji lebih dalam, tiga pendekatan di atas adalah saling melengkapi untuk mendapatkan definisi atau pengertian agama yang utuh sebagaimana definisi agama menurut Islam yang diambil dari Hadist "Jibril". Dimana Jibril As. mendatangi Muhammad saw yang sedang bersama para sahabatnya. Jibril bertanya tentang iman, Islam dan ihsan. Dan Muhammad Saw. menjawab semua pertanyaan itu dengan benar berupa apa yang dikenal sebagai rukun iman, rukun islam, dan ihsan. Setelah Jibril berlalu, Muhammad Saw berkata ”Itu adalah Jibril yang mengajarkan manusia tentang din (agama) mereka.”. (HR Bukhari dan Muslim) Dari hadis itu, dapat diambil kesimpulan bahwa agama (din) adalah sistem pengabdian pada Tuhan yang meliputi iman (substansi), seperangkat hukum Tuhan/syariat (institusi) dan ihsan/akhlak (fungsi). Sebuah pengertian agama yang solid dan komprehensif. Definisi agama yang valid. Wallahu a'lam. Sumber: Dr. Anis Malik thoha, Tren Pluralisme Agama, Perspektif, 2005. Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2340723-pengertian-agama-menurut-ahli/#ixzz2MIF8vZXR

Sabtu, 02 Februari 2013

PERAN NAHDLOTUL ULAMA DI INDONESIA: SEBELUM DAN SETELAH KEMERDEKAAN


A. Pendahuluan NU (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan. Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama NU (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 JaNUari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar. Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab QaNUn Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik. B. Pendiri Nahdlotul Ulama 1. Riwayat Hidup Tidak ada pertentangan dalam sejarah perdirinya NU, bahwa tokoh pendirinya adalah KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, beliau adalah ulama yang luay biasa. Hampir seluruh kyai di Jawa mempersembahkan gelar “ Hadratus Syekh” yang berarti “ Maha Guru”. Beliau lahir pada hari Selasa Kliwon, 24 Dzulqo’dah 1287 H, bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M di desa Gedang, 2 Km sebelah utara Kota Jombang. Ayah beliau bernama Kyai Asy’ari, berasal dari Demak, Jawa Tengah. Ibu beliau bernama Halimah, putri dari Kyai Ustman pendiri pesantren Gedang yang terkenal mampu menarik santri-santri dari seluruh pelosok Jawa pada akhir abad XIX. Sedangkan kakeknya adalah Kyai Sihah seorang pendiri pesantren Tambak Beras. Dilihat dari garis keturunan, beliau termasuk putra seorang pemuka agama yang berkedudukan baik dan mulia di masyarakat, bahkan jika di telusuri dari garis keturunan ibu maka beliau termasuk keturunan ke sepuluh dari Prabu Brawijaya VI ( Lembu Peteng) melalui garis keturunan sebagai berikut : Muhammad Hasyim bin Halimah binti Layyinah binti Sihah bin Abdul Jabar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Banawa bin Joko Tingkir alias Karebet bin Prabu Brawijaya VI ( Lembu Peteng). Beliau wafat pada 03:45 malam, 7 Ramadhan 1366 H pada umur 79 tahun, bertepatan pada tanggal 25 Juli 1947 di pesantren Tebuireng Jombang, setelah menerima utusan Bung Tomo dan Jend. Soedirman untuk meminta nasihat dan melaporkan perkembangan agresi militer I Belanda yang dipimpin oleh General SH. Spoor dan berhasil menduduki Singosari Malang. 2. Pendidikan dan Pengabdiannya Semenjak masih kanak-kanak Muhammad Hasyim dikenal cerdas dan rajin belajar, pikiran beliau yang cerdas menyebabkan beliau mudah mempelajari ilmu-ilmu agama semisal Tauhid, Fiqih, Tafsir, Hadist dan bahasa Arab, sedemikian cerdasnya hingga beliau mampu membantu ayah beliau mengajar para santri yang jauh lebih tua, ketika beliau berumur 13 tahun. Kemauan yang keras untuk mendalami ilmu agama, menjadikan diri Muhammad Hasyim sebagai musafir pencari ilmu. Selama beberapa tahun beliau berkelana dari pondok kepondok lain. Mula-mula ke pondok Wonokoyo, Probolinggo, kemudian pindah ke pesantren Langitan, tuban, kemudian ke pesantren Trenggilis, lalu ke pondok Kademangan-Bangkalan-Madura, setelah itu ke pesantren Siwalan-Panji-Sidoarjo. Setelah puas menimba ilmu di Jawa beliau meneruskan pendidikannya ke Makkah di bawah bimbingan guru-guru besar terkenal seperti Syeh Ahmad Khatib, Syeh Nawawi dan Syeh Mahfudz at Tarmizi, beliau bertiga adalah ulama Indonesia yang menempati posisi terkemuka sebagai guru besar terkemuka di Makkah. Pengabdian beliau untuk agama dan bangsa tidak pernah di ragukan lagi, bahkan pada masa kolonial Jepang, mereka mendata bahwa kyai yang terlahir dari Tebuireng sebanyak 25000 kyai (pada tahun 1942). Sumbangan beliau dalam membangkitkan semangat Nasionalis dan Patriotisme tidaklah dapat di ukur dengan harta dan angka. Karena sikap dan sifat kepahlawanan dan ke-ulamaan beliau, maka tidak henti-hentinya pemerintah kolonial Jepang berusaa membujuknya. Pada tahun 1937 misalnya, pernah datang utusan Jepang yang membawa hadiah berupa emas dan perak dengan tujuan agar beliau bersedia membantu Jepang, tetapi beliau menolakya, dan hal itu terjadi beberapa kali dengan cara yang berbeda, seperti masalah ‘Saikere’ dalam Jepang. C. Peran NU Sebelum dan Setelah Kemerdekaan Indonesia 1. NU Pada Masa Kolonial Sejarah Indonesia mencatat perkembangan baru setelah Maret 1942 bala tentera ‘Dai Nippon’ menggantikan kedudukan Belanda . Pada mulanya kedatanggan ‘saudara tua’ ini dasambut dengan mesra oleh bangsa Indonesia. Tetapi, kemesraan itu segara hilang mereka mengetahui bahwa Jepang tidak lebih baik dari Belanda, mereka justru kejam, brutal, dan tidak segan-segan membuNUh orang yang di anggap membangkang. Jenderal pertama Jepang di Jawa, Letnan Jendral Imamura- melarang semua aktivitas organisasi bentuk apapun. Kegiatan oraganisasi hanya oleh dilakukan jika telah melapor dan mendapat izin dari Jepang, apabila tidak maka di anggap membangkang dan hukuman berat segera dijatuhkan. Larangan semacam ini sama artinya membuNUh aktivitas organisasi sosial keagamaan maupun politik di Indonesia, tidak terkecuali Partai Syarikat Islam Indonesia. Hal ini dilakukan dengan dalih sedang berkecamuknya perebutan daerah jajahan antar Jepang dan Belanda di berbagai tempat di Indonesia, seperti di Surabaya, Balikpapan, Tarakan, Makasar dan lain sebagainya, sehingga pemerintah Jepang harus mengkonsentrasikan perang melawan Belanda. Peraturan Jepang yang semacam ini tentu saja membuat gerah para tokoh agama maupun politik kala itu, dan yang lebih menderita lagi kala itu adalah para tokoh NU. Dua bulan setelah Jepang menguasai Jawa, Rais Akbar NU, KH. Hasyim Asy’ari dan Hoofdbestuur (Pengurus Besar) NU, KH. Mahfudz Shidiq, ditangkap tentara Jepang dan di penjarakan selama sekitar empat bulan. Peristiwa penangkapan tokoh NU tersebut cukup mengemparkan dunia pesantren dan menggelisahkan warga NU, sehingga diupayakan bentuk-bentuk penyelesaian. Pada 1 Agustus 1942 para konsul NU mengadakan pertemuan di Jakarta, membahas pembelaan terhadap kedua pimpinannya yang disekap Jepang, selain itujuga disepakati tata cara menghadapi Dai Nippon secara lunak dan diplomatis. Sebab meNUrut pandangan NU, kemerdekaan Indonesia hanya soal waktu, sehingga perlu memanfaatkan isu kolaborasi dengan Jepang dalam bentuk apapun, guna tercapainya kemenangan akhir bagi bangsa Indonesia. Kendati NU, mau tidak mau harus bekerjasama dengan Jepang, tetapi tujuan utamanya justru untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia, dan sikap kerja sama NU bukan sikap ketergantungan kepada Jepang dan lantas dapat membeli NU, akan tetapi disitulah letak ‘ rule of game’ menghadapi lawan atau musuh. Dikalangan NU (pasantren) dikenal dengan istilah ‘YahanNU’ (dalam menghadapi lawan, bukan untuk menghadapi kawan). Karena sikap ‘YahanNU’ inilah maka KH. A. Wahid Hasyim dan beberapa tokoh NU di Jawa Barat, Cirebon kemudian diangkat menjadi anggota legislatif buatan Jepang, Chuo Shangi-in. Kesempatan ini digunakan beliau untuk mengadakan kerjasama dengan kelompok lain, guna membujuk Jepang agar mau mengizinkan Nahdlotul Ulama dan Muhammadiyah kembali aktif mengambil bagian gerakan keagamaan. Meskipun secara yuridis kedua organisasi itu belum pernah di bubarkan. Pembatasan dan kontrol yang tajam yang dilakuakan oleh Jepang sama artinya membuNUh aktifitas organisasi besar itu. Hingga akhirnya pada September 1943 secara resmi Jepang mengizinkan dan mengakui aktifnya kembali Nahdlotul Ulama dan Muhammadiyah. Dengan bekal jabatan anggota legislatif inilah KH.A. Wahid Hasyim mulai melancarkan kontak-kontak dengan kelompok-kelompok nasionalis. Beliau juga aktif memperhatikan badan ‘Tiga A’ sebuah badan yang dibentuk untuk menghimpun seluruh tenaga pemimpin Indonesia guna mengarahkan rakyat membantu Jepang dalam perang Asia Timur Raya. Setelah itu badan ini berubah menjadi ‘PUTERA’(Pusat Tentara Rakyat) dan pada tahun 1944 berubah menjadi Jawa Hokokai dan sebagai pimpinannya adalah KH.A. Wahid Hasyim dan Ir. Soekarno. Perjuangan Nahdlotul Ulama terus di galakan demi terciptanya kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. melalui KH.A. Wahid Hasyim Nahdlotul Ulama tidak henti-hentinya mengadakan kontak dengan para nasionalis, guna mendesak janji pemirintah militer Jepang agar segera mewujudkan janji kemerdekaan yang pernah diucapkan. Perjuangan itu berhasil gemilang hingga pada 26 April 1945 di bentuk ‘Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai’ atau yang lebih dikenal dengan BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan). Selanjutnya beliau juga merumuskan Dasar negara dan termasuk dalam kelompok sembilan orang yang membubuhkan tanda tangannya pada ‘Piagam Jakarta’ setelah proklamasi kemerdekaan dan menempati posisi sebagai Menteri Negara. 2. NU Setelah Kemerdekaan Apabila di zaman Jepang aktifitas NU berfokus pada perjuangan membela kemerdekaan agama, bangsa secara fisik maupun politik, maka di masa revolusi (1945-1949) lebih diperhebat lagi, NU agaknya sadar betul bahwa sejarah masih dalam proses. Meski kemerdekaan telah tercapai, pertahanan dan keamanan masih haris di jaga dengan ketat. Karena itu ketika tentara sekutu (NICA) hendak mencoba kembali mengantikan kedudukan Jepang, NU segera memanggil konsul-konsulnya se-Jawa dan Madura guna menentukan sikap terhadap NICA, dan mengeluarkan resolusi yang bernama ‘Resolusi Jihad’ yang sangat penting bagi sejarah revolusi 1945 dan di pimpin langsung olah KH. Hasyim Asy’ari. Resolusi Jihad ini kemudian menggema di seluruh Jawa dan Madura terutama di Surabaya. Semangat jihad malawan tentera sekutu dan NICA membara di mana-mana. Pondok-pondok pesantren telah berubah menjadi markas Hizbullah dan Sabilillah. Suasana gegap gempita mewarnai kehidupan masyarakat yang pada dasarnya tinggal meNUggu perintah, karena itu mungkin sekali resolusi jihad itu kemudian menjadi inspirasi bagi berkobarnya pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang di kenal sebagai ‘ Hari Pahlawan’. Selain dari pada itu, tokoh-tokoh penting NU menduduki posisi penting dalam dewan pimpinan partai Masyumi Indonesia, dan ini bisa di lihatdari nama-nama yang tercantum dalam kepemimpinan Masyumi periode pertama, yang dalam strukturnya dibedakan atas dua lembaga : Pengurus Besar dan Mejeli Syura. Pengurus Besar di pimpin oleh Dr. Soekiman, Abi Koesno T, dan Wali al-Fatah, sedangkan Majelis Syura dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari, Ki Bagus Hadikusuma, KH.A. Wahid Hasyim dan Mr. Kasman Singodimejo. Peranan itu diperkuat lagi ketika partai Masyumi mengadakan muktamar di Solo pada 10-13 Februari 1946. Dalam muktamar tersebut terjadi sedikit sekali perubahan mengenai struktur organisasi yang pada dasarnya memperkuat posisi NU dalam ‘Dewan Pimpinan Partai’. Dengan demikian peran NU bukan hanya sebagai pemegang kendali dalam Masyumi, melainkan juga menentukan arah politik partai. Barang kali karena posisi penting itulah maka pada muktamar NU ke-16 di Purwokerto, 26-29 Maret 1946, perlu menegaskan: NU masuk sebagai anggota istimewa Masyumi. Bahkan lebih dari itu, muktamar juga menyerukan kepada seluruh warga NU di semua tingkatan untuk tetap aktif dalam mendukung tegaknya partai Masyumi, hingga kemudian tidak jarang dijumpai pimpinan NU di daerah merangkap sebagai pimpinan Masyumi. Selama masa perkembangan (1935-1950) NU telah melakkukan berbagai perubahan cukup berarti, baik untuk kepentingan intern NU maupun bagi kepentingan bangsa pada umumnya. Kepentingan intern, NU telah melakuakn perbaikan-perbaikan dalan bidang sosial, pendidikan maupun dakwah. Bahkan sempat pula mengembangkan sayap organisasinya dikalangan kaum muda, remaja putri maupun kaum ibu, berupa organisasi Gerakan Pemuda Anshor, Fatayat NU, dan Muslimat NU, ini berarti eksistensi NU sebagai organisasi keagamaan sosial semakin kokoh. Hingga pada masa pemerintahan Soeharto, NU masih mempunyai peranan penting dalam pemerintahan. Pada tahun 1965- 1968 terdapat dua orang NU memainkan peranan yang menentukan, yaitu Achmad Sjaihu di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-GR) dan Subchan di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPRS), Subchan di angkat sebagai salah seorang Wakil Ketua MPRS, mewakili kelompok Islam (1966-1971). D. Penutup NU sebagai oraganisasi masyarakat terbesar di Indonesia telah memainkan peranan yang penting dalam kemerdekaan dan perkembangan bangsa dan agama. Sebagai oraganisasi yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, dan dakwah Islamiyah, NU telah memberikan banyak perubahan dan kemajuan. Semangat NU zaman dahulu hingga sekarang semestinya harus tetap tumbuh, sehingga dapat terus mewujudkan apa yang telah di cita-citakan oleh sang pendiri KH. Hasyim Asy’ari, sehingga mampu melahirkan tokoh-tokoh bagi perubahan bangsa yang lebih baik, jika pada zaman dahulu beliau mampu ‘menelurkan’ 25000 kyai, maka bukanlah hal yang sulit bagi NU sekarang untuk melahirkan cedekiawan-cendekiawan muslim yang mampu membawa agama dan bangsa ini untuk menjadi lebih baik. E. Referensi  http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama.  Anam. Choirul, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlotul Ulama, ( Jatayu Sala, 1985, Cetakan Pertama).  Feillard. Andre, NAHDLATUL ULAMA vis-a-vis Negara,(Yogyakarta: LKIS: 1999).

Sabtu, 28 April 2012

Waspadai April Mop: Hari Pembantaian Salibis terhadap Muslim Spanyol!!

Di Barat, tiap tanggal 1 April diperingati hari “April Mop.” Sedangkan di Indonesia, di berbagai kota besar, tak jarang kaula muda Muslim latah mengikuti tradisi April Mop. Pada hari itu, mereka diperbolehkan dan sah-sah saja menipu teman, mengisengi kawan, ngerjain guru, ngusilin orang tua, membohongi saudara, atau yang sejenisnya, di mana sang target tidak boleh marah atau emosi ketika sadar bahwa dirinya telah menjadi sasaran April Mop. Biasanya, jika sang target April Mop sudah sadar bahwa dirinya dijadikan target April Mop, mereka juga akan tertawa atau minimal mengumpat sebal, tapi tidak akan marah sungguhan.

Seolah-olah 1 April adalah hari di mana keisengan dan kebohongan harus berjalan sempurna dan akurat, zero tolerance bagi kesalahan. Jika berhasil ngisengin sang target, maka yang didapat adalah rasa puas dan sensasi plong.

Kaula muda Muslim itu latah dalam April Mop karena ikut-ikutan tradisi bule tanpa mengkritisi apa hakikat April Mop yang di Barat lebih dikenal dengan “The Aprils Fool Day” itu. Mereka begitu mudah meniru budaya bule karena suburnya rasa rendah diri terhadap orang-orang bule. Minder terhadap orang bule ini adalah sisa peninggalan penjajahan Belanda di Indonesia selama berabad-abad lamanya, inlanderr, terhadap superioritas bangsa kulit putih.

Supaya tidak latah dan tasyabbuh membebek budaya kafir, mari kita telah sejarah April Mop berikut.

...Perayaan April Mop sesungguhnya berawal dari satu tragedi yang sangat menyedihkan dan memilukan dalam episode sejarah Muslim Spanyol tahun 1487...

SEJARAH APRIL MOP

Perayaan April Mop yang selalu diakhiri dengan kegembiraan dan kepuasan itu sesungguhnya berawal dari satu tragedi yang sangat menyedihkan dan memilukan. April Mop atau The April’s Fool Day berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tanggal 1 April 1487. Sebelum sampai pada tragedi tersebut, ada baiknya menengok sejarah Spanyol dahulu ketika masih di bawah kekuasaan Islam.

Sejak dibebaskan Islam pada abad ke-9 M oleh Panglima Thariq bin Ziyad, Spanyol berangsur-angsur tumbuh menjadi satu negeri yang makmur. Pasukan Islam tidak saja berhenti di Spanyol, namun terus melakukan pembebasan di negeri-negeri sekitar menuju Prancis. Prancis Selatan dengan mudah bisa dibebaskan. Kota Carcassonne, Nimes, Bordeaux, Lyon, Poitou, Tours, dan sebagainya jatuh. Walau sangat kuat, pasukan Islam masih memberikan toleransi kepada suku Got dan Navarro di daerah sebelah Barat yang berupa pegunungan.

Islam telah menerangi Spanyol. Karena sikap para penguasa Islam begitu baik dan rendah hati, maka banyak orang-orang Spanyol yang kemudian dengan tulus dan ikhlas memeluk Islam. Muslim Spanyol bukan hanya beragama Islam, namun mereka sungguh-sungguh mempraktikkan kehidupan secara Islami. Mereka tidak hanya membaca Al-Qur'an, tapi juga bertingkah laku berdasarkan Al-Qur'an. Mereka selalu berkata tidak untuk musik, bir, pergaulan bebas, dan segala hal yang dilarang Islam. Keadaan tenteram seperti itu berlangsung hampir enam abad lamanya.

Selama itu pula kaum kafir yang masih ada di sekeliling Spanyol tanpa kenal lelah terus berupaya membersihkan Islam dari Spanyol, namun mereka selalu gagal. Telah beberapa kali dicoba tapi selalu tidak berhasil. Dikirimlah sejumlah mata-mata untuk mempelajari kelemahan umat Islam di Spanyol. Akhirnya mata-mata itu menemukan cara untuk menaklukkan Islam di Spanyol, yakni pertama-tama harus melemahkan iman mereka dulu dengan jalan serangan pemikiran dan budaya.

...cara untuk menaklukkan Islam di Spanyol, yakni melemahkan iman mereka dulu dengan jalan serangan pemikiran dan budaya. Maka mereka mengirim alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah Spanyol...

Maka mulailah secara diam-diam mereka mengirim alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah Spanyol. Musik diperdengarkan untuk membujuk kaum mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari ketimbang baca Al-Qur'an. Mereka juga mengirim sejumlah ulama palsu yang kerjanya meniup-niupkan perpecahan di dalam tubuh umat Islam Spanyol. Lama-kelamaan upaya ini membuahkan hasil.

Akhirnya Spanyol jatuh dan bisa dikuasai pasukan Salib. Penyerangan oleh pasukan Salib benar-benar dilakukan dengan kejam tanpa mengenal peri kemanusiaan. Tidak hanya pasukan Islam yang dibantai, juga penduduk sipil, wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua, jompo, semuanya dihabisi secar sadis.

Satu persatu daerah Spanyol jatuh, Granada adalah daerah terakhir yang ditaklukkan. Penduduk-penduduk Islam di Spanyol –yang juga disebut orang Moor– terpaksa berlindung di dalam rumah untuk menyelamatkan diri. Tentara-tentara Kristen terus mengejar mereka.

Ketika jalan-jalan sudah sepi, tinggal menyisakan ribuan mayat yang bergelimpangan bermandikan genangan darah, tentara Salib mengetahui bahwa banyak Muslim Granada yang masih bersembunyi di rumah-rumah. Dengan lantang tentara Salib itu meneriakkan pengumuman, bahwa para Muslim Granada bisa keluar dari rumah dengan aman dan diperbolehkan berlayar keluar dari Spanyol dengan membawa barang-barang keperluan mereka.

“Kapal-kapal yang akan membawa kalian keluar dari Spanyol sudah kami persiapkan di pelabuhan. Kami menjamin keselamatan kalian jika ingin keluar dari Spanyol. Setelah ini kami tidak akan memberikan jaminan lagi,” demikian bujuk tentara Salib.

Orang-orang Islam masih curiga dengan tawaran ini. Beberapa orang Islam diperbolehkan melihat sendiri kapal-kapal penumpang yang sudah dipersiapkan di pelabuhan setelah benar-benar melihat ada kapal yang sudah dipersiapkan, maka mereka segera bersiap untuk meninggalkan Granada bersama-sama menuju ke kapal-kapal tersebut. Mereka pun bersiap untuk berlayar.

Keesokan harinya, ribuan penduduk Muslim Granada yang keluar dari rumah-rumahnya dengan membawa seluruh barang keperluannya beriringan jalan menuju ke pelabuhan. Beberapa orang Islam yang tidak mempercayai tntara Salib bertahan dan terus bersembunyi di rumah-rumah mereka. Setelah ribuan umat Islam Spanyol berkumpul di pelabuhan, dengan cepat tentara Salib menggeledah rumah-rumah yang telah ditinggalkan penghuninya. Lidah api terlihat menjilat-jilat angkasa ketika para tentara Salib itu membakari rumah-rumah tersebut bersama orang-orang Islam yang masih bertahan di dalamnya.

Sedang ribuan umat Islam yang bertahan di pelabuhan hanya bisa terpana ketika tentara Salib juga membakari kapal-kapal yang dijanjikan akan mengangkut mereka keluar dari Spanyol. Kapal-kapal itu dengan cepat tenggelam. Ribuan umat Islam tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka sama sekali tidak bersenjata. Mereka juga kebanyakan terdiri dari para perempuan dan anak-anak yang masih kecil. Sedang tentara Salib itu telah mengepung dengan pedang terhunus.

Dengan satu teriakan komando dari pemimpinnya, ribuan tentara Salib itu segera membantai dan menghabisi umat Islam Spanyol tanpa perasaan belas kasihan. Jerit tangis dan takbir membahana. Dengan buas tentara Salib terus membunuhi warga sipil yang sama sekali tidak berdaya.

...Ribuan Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan sadis. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman. ...

Ribuan Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan sadis. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman. Tragedi yang bertepatan dengan 1 April inilah yang kemudian diperingati oleh dunia Kristen setiap tanggal 1 April sebagai “April Mop” (The Aprils Fool Day).

Pada tanggal 1 April, orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Bagi umat Kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara Salib melalui cara yang licik, tipuan dan dusta yang sadis. Sebab itu, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan, walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan belaka.

Bagi umat Islam, April Mop tentu merupakan tragedi yang sangat menyedihkan. 1 April tahun itu adalah hari di mana saudara-saudaranya seiman ditipu, disembelih, dibakar dan dibantai oleh tentara Salibis di Granada, Spanyol. Sebab itu, terkutuklah orang Islam yang ikut-ikutan merayakan April Mop. Pantaskah orang-orang Islam itu ikut bergembira dan tertawa ria atas tragedi tersebut?

...sampai hatikah kita latah merayakan April Mop yang latar belakangnya adalah peringatan atas penipuan dan pembantaian pasukan Salibis terhadap ribuan Muslim Spanyol...

Bagi kita yang paham akan sejarah April Mop, sampai hatikah kita latah merayakan April Mop yang latar belakangnya adalah peringatan atas penipuan dan pembantaian pasukan Salibis terhadap ribuan Muslim Spanyol?

Sumber: WWW.VOA-ISLAM.COM

Selasa, 24 April 2012

Cukup Islam, Tak Perlu UU Kesetaraan Gender


Oleh: Fahmi Dewi Angraini* KELOMPOK feminis berusaha melawan sistem dan konstruk sosial yang dilandasi seksisme dan patriarkhisme. Tafsir kelompok feminis didasarkan pada konsep keadilan, yajni harus menyamakan laki-laki dan perempuan dalam segala lini kehidupan, hal ini telah menjadi mesin penggerak kelompok ini untuk berdalih untuk menyelamatkan kaum perempuan dari ketertindasan ketidak-adilan dan diskriminasi yang kerap kali disuguhkan oleh ajaran-ajaran Islam. Sehingga kelompok feminis menuntut pemerintah untuk turut andil dalam menyematkan kaum perempuan dengan merancang dan kemudian mengesahkan undang-undang Kesetaraan Gender (RUU KG) agar pemerintah tidak terkesan membiarkan kaum perempuan dalam ketertindasan dan pengucilan. Draf RUU KG yang disusun oleh Timja pada 24 Agustus 2011, ternyata hal-hal yang dibahas dalam Ketentuan Umum Bab I pasal 1 sangat bermasalah. Secara umum, definisi yang diberikan untuk istilah-istilah seperti “gender”, “kesetaraan gender”, “keadilan gender”, “diskriminasi”, “pengarusutamaan gender”, “analisis gender”, dan “anggaran responsif gender” cenderung memarjinalkan nilai-nilai agama, memisahkan aspek biologis dan peran sosial, serta sarat dengan muatan feminisme Barat yang sekular dan seksis. Sudah beberapa abad lamanya ajaran Islam dirasakan dan dinikmati sangat melindungi kaum perempuan dan sama sekali tidak pernah menyuguhkan nilai-nilai ketidakadilan dan diskriminasi terhadap perempuan. Hal itu terbukti semenjak awal Islam diturunkan melindungi dan mengangkat derajat perempuan dari ketertindasan, pengucilan, diskriminasi dan segala bentuk kebebasan yang dapat menjerumuskan perempuan ke dalam jurang kesesatan. Islam sedari awal telah memberi perempuan posisi yang bergengsi. Posisi inilah yang berhak dia peroleh sebagai manusia yang bermartabat. Posisi itu adalah ummu wa rabbah al-bayt (ibu dan manajer rumah tangga). Di dalam Islam, perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga. Islam pun menetapkan hukum-hukum yang memelihara hak-hak perempuan; menjaga kemuliaan dan menjaga potensi/ kemampuannya (Lihat: QS at-Taubah [9] : 71). Islam akan membebaskan perempuan dari kemunduran dan penindasan sekaligus memberikan visi politik jelas bagi status dan kehidupan perempuan. Sistem ini menyajikan strategi yang jelas untuk menjamin martabat dan hak-hak perempuan serta kaum minoritas. Khilafah adalah sebuah negara yang akan mentransformasi kebangkitan ini menjadi perubahan yang sesungguhnya bagi para perempuan Muslim di Dunia Islam. Sumber: http://www.globalmuslim.web.id/2012/04/cukup-islam-tak-perlu-uu-kesetaraan.html

Mengapa Harus Kartini?


Oleh: Tiar Anwar Bachtiar Mengapa harus Kartini? Mengapa setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?. Pada dekade 1980-an, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik pengkultusan R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Tahun 1988, masalah ini kembali menghangat, menjelang peringatan hari Kartini 21 April 1988. Ketika itu akan diterbitkan buku Surat-Surat Kartini oleh F.G.P. Jacquet melalui penerbitan Koninklijk Institut voor Tall-Landen Volkenkunde (KITLV). Tulisan ini bukan untuk menggugat pribadi Kartini. Banyak nilai positif yang bisa kita ambil dari kehidupan seorang Kartini. Tapi, kita bicara tentang Indonesia, sebuah negara yang majemuk. Maka, sangatlah penting untuk mengajak kita berpikir tentang sejarah Indonesia. Sejarah sangatlah penting. Jangan sekali-kali melupakan sejarah, kata Bung Karno. Al-Quran banyak mengungkapkan betapa pentingnya sejarah, demi menatap dan menata masa depan. Banyak pertanyaan yang bisa diajukan untuk sejarah Indonesia. Mengapa harus Boedi Oetomo, Mengapa bukan Sarekat Islam? Bukankah Sarekat Islam adalah organisasi nasional pertama? Mengapa harus Ki Hajar Dewantoro, Mengapa bukan KH Ahmad Dahlan, untuk menyebut tokoh pendidikan? Mengapa harus dilestarikan ungkapan ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani sebagai jargon pendidikan nasional Indonesia? Bukankah katanya, kita berbahasa satu: Bahasa Indonesia? Tanyalah kepada semua guru dari Sabang sampai Merauke. Berapa orang yang paham makna slogan pendidikan nasional itu? Mengapa tidak diganti, misalnya, dengan ungkapan Iman, Ilmu, dan amal, sehingga semua orang Indonesia paham maknanya. Kini, kita juga bisa bertanya, Mengapa harus Kartini? Ada baiknya, kita lihat sekilas asal-muasalnya. Kepopuleran Kartini tidak terlepas dari buku yang memuat surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabat Eropanya, Door Duisternis tot Licht, yang oleh Armijn Pane diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini diterbitkan semasa era Politik Etis oleh Menteri Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan Hindia Belanda Mr. J.H. Abendanon tahun 1911. Buku ini dianggap sebagai grand idea yang layak menempatkan Kartini sebagai orang yang sangat berpikiran maju pada zamannya. Kata mereka, saat itu, tidak ada wanita yang berpikiran sekritis dan semaju itu. Beberapa sejarawan sudah mengajukan bukti bahwa klaim semacam itu tidak tepat. Ada banyak wanita yang hidup sezamannya juga berpikiran sangat maju. Sebut saja Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (terakhir pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini. Kalau Kartini hanya menyampaikan Sartika dan Rohana dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang ber inisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan). Kalau saja ada yang sempat menerbitkan pikiranpikiran Rohana dalam berbagai surat kabar itu, apa yang dipikirkan Rohana jauh lebih hebat dari yang dipikirkan Kartini. Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fa -timah dari Aceh, klaim-klaim ke terbe lakang an kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda. Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita. Di Aceh kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati. Aceh juga pernah dipimpin oleh Sultanah (sultan wanita) selama empat periode (1641-1699). Posisi sulthanah dan panglima jelas bukan posisi rendahan. Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini? Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu? Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini. Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus menda -pat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan, begitu kata Rohana Kudus. Bayangkan, jika sejak dulu anak-anak kita bernyanyi: Ibu kita Cut Nyak Dien. Putri sejati. Putri Indonesia..., mungkin tidak pernah muncul masalah Gerakan Aceh Merdeka. Tapi, kita bukan meratapi sejarah, Ini takdir. Hanya, kita diwajibkan berjuang untuk menyongsong takdir yang lebih baik di masa depan. Dan itu bisa dimulai dengan bertanya, secara serius: Mengapa Harus Kartini? Sumber:http://aboutfeminism.blogspot.com/2012/04/mengapa-harus-kartini.html#more

Senin, 26 Maret 2012

Benarkan Nusantara Telah Dikenal Sejak Zaman Rasulullah?

Benarkan pulau Sumatra telah dikenal oleh Rasulullah saw semasa hidup, serta telah dilalui dan disinggahi para pedagang dan pelaut Arab di masa itu? Pernyataan ini diungkap Prof. Dr. Muhammad Syed Naquib al-Attas di buku terbarunya “Historical Fact and Fiction”.
Kesimpulan Al-Attas ini berdasarkan inductive methode of reasoning. Metode ini, ungkap al-Attas, bisa digunakan para pengkaji sejarah ketika sumber-sumber sejarah yang tersedia dalam jumlah yang sedikit atau sulit ditemukan, lebih khusus lagi sumber-sumber sejarah Islam dan penyebaran Islam di Nusantara memang kurang.

Ada dua fakta yang al-Attas gunakan untuk sampai pada kesimpulan di atas.



Pertama, bukti sejarah Hikayat Raja-Raja Pasai yang di dalamnya terdapat sebuah hadits yang menyebutkan Rasulullah saw menyuruh para sahabat untuk berdakwah di suatu tempat bernama Samudra, yang akan terjadi tidak lama lagi di kemudian hari.

Kedua, berupa terma “kāfūr” yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Kata ini berasal dari kata dasar “kafara” yang berarti menutupi. Kata “kāfūr” juga merupakan nama yang digunakan bangsa Arab untuk menyebut sebuah produk alam yang dalam Bahasa Inggris disebut camphor, atau dalam Bahasa Melayu disebut dengan kapur barus.

Masyarakat Arab menyebutnya dengan nama tersebut karena bahan produk tersebut tertutup dan tersembunyi di dalam batang pohon kapur barus/pohon karas (cinnamomum camphora) dan juga karena “menutupi” bau jenazah sebelum dikubur. Produk kapur barus yang terbaik adalah dari Fansur (Barus) sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang terletak di pantai barat Sumatra.
Dengan demikian tidak diragukan wilayah Nusantara lebih khusus lagi Sumatra telah dikenal oleh Rasulullah saw dari para pedagang dan pelaut yang kembali dengan membawa produk-produk dari wilayah tersebut dan dari laporan tentang apa yang telah mereka lihat dan dengar tentang tempat-tempat yang telah mereka singgahi.

Dalam acara bedah buku “Historical Fact and Fiction” yang baru-baru ini (13/11) diselenggarakan oleh Islamic Studies Forum for Indonesia (ISFI) bekerja sama dengan Persatuan Pelajar Sulawesi Selatan (PPSS) di kampus International Islamic University Malaysia (IIUM), Prof. Dr. Tatiana Denisova, dosen di Departemen Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Akademi Studi Islam di Universitas Malaya Kuala Lumpur Malaysia, mengungkapkan kesetujuannya dengan al-Attas dalam penggunaan inductive methode of reasoning dalam mengkaji sejarah.

Muslimah asal Rusia yang pandai berbahasa Melayu ini setuju dalam masalah ini berdasarkan pengalaman Denisova yang setiap hari menghadapi masalah kurangnya bahan-bahan dan kajian-kajian dalam bidang ilmu sejarah Islam di Nusantara, dan berdasarkan kenyataan konsep sejarah Islam yang tidak berasaskan pada konsep dan falsafah Islam.

Lebih lanjut, mantan staf domestik di KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Rusia yang mendorong al-Attas menulis buku tersebut dan membantu al-Attas dalam menyediakan bahan-bahan tulisan untuk penulisan buku tersebut lebih lanjut menjelaskan menurutnya ada empat faktor penyebab minimnya sumber dan kajian sejarah Islam dan sejarah penyebaran Islam di Nusantara.

Pertama, sumber dan karya ilmiah sejarah Islam yang ditulis dalam huruf Jawi/Pego (Arab latin) oleh masyarakat Nusantara tidak begitu terkenal di kalangan ilmuwan Barat karena tidak banyak dari mereka yang pandai membaca tulisan Jawi.

Kedua, banyak sumber sejarah yang hilang atau tidak diketahui keberadaannya pada zaman penjajahan.

Ketiga, biasanya sumber-sumber sejarah yang ditulis masyarakat Nusantara dianggap oleh orientalis sebagai artifak sastra, sebagai karya dongeng atau legenda, yang hanya bisa dipelajari dari sudut filologi atau linguistik, dan tidak bisa diterima sebagai sumber sejarah yang sempurna dan benar.

Para orientalis hanya membicarakan dan menganalisa gaya bahasa dan genre, tetapi tidak memperhatikan informasi-informasi lain yang berkaitan dengan fakta sejarah berupa aktivitas ekonomi, undang-undang, aktivitas intelektual dan lain sebagainya.

Keempat, karena minimnya sumber dan kajian sejarah Islam Nusantara membuat para ilmuwan Barat hanya menggunakan sumber, kajian dan tulisan dari luar Nusantara termasuk dari Barat. Mereka tidak memperhatikan atau mungkin tidak tahu adanya bahan-bahan dan informasi yang terdapat dalam berbagai sumber sejarah Islam termasuk sumber-sumber sejarah dari wilayah Nusantara.

Dalam acara bedah buku yang dihadiri 120 orang mahasiswa dan mahasiswi IIUM yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei tersebut.

Prof. Dr. Abdul Rahman Tang, dosen pasca sarjana di Departemen Sejarah dan Peradaban, Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences di International Islamic University Malaysia, selaku pembanding menyatakan kajian sejarah Islam Nusantara yang dilakukan al-Attas dalam buku tersebut sebagian besar bersifat spekulatif.

Salah satu fakta spekulatif tersebut adalah hadits yang terdapat dalam Hikayat Raja Raja Pasai. Menurutnya, fakta-fakta tersebut bisa valid jika telah menjalani proses “verification of fact”. Namun Al-Attas tidak melakukan proses ini terhadap hadits tersebut.

Muslim China warga Malaysia ini mempertanyakan status hadits ini dan mengkhwatirkan implikasinya terhadap pemikiran masyarakat Nusantara. Menurutnya, al-Attas melakukan inductive methode of reasoning secara tidak konstruktif.

Sedang Dr. Syamsuddin Arif, dosen IIUM asal Jakarta, selaku pembicara kedua dalam acara bedah buku tersebut mengungkapkan kesimpulan al-Attas di atas logis dan sesuai dengan fakta.

Hal ini berdasarkan perjalanan pelaut dan pedagang Arab pada masa Rasulullah saw yang pergi ke China. Untuk mencapai negeri China melalui laut tak ada rute lain kecuali melalui dan singgah wilayah Nusantara.

Lebih lanjut Arif mengemukakan berbagai teori dan pendapat tentang kapan, dari mana, oleh siapa, dan untuk apa penyebaran Islam di Nusantara beserta bukti-bukti dan fakta-fakta yang digunakan untuk mendukung pendapat-pendapat tersebut.
Arif juga menjelaskan ilmuwan siapa saja yang memegang dan yang menentang pendapat-pendapat tersebut.

Di akhir makalahnya, Arif mempertanyakan pendapat J.C. Van Leur yang pertama kali menyatakan bahwa penyebaran Islam di Nusantara dimotivasi oleh kepentingan ekonomi dan politik para pelakunya.

Van Leur dalam bukunya “Indonesian Trade and Society” berpendapat, sejalan dengan melemahnya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Sumatera dan khususnya di Jawa, para pedagang Muslim beserta muballigh lebih berkesempatan mendapatkan keuntungan dagang dan politik. Dia juga menyimpulan adanya hubungan saling menguntungkan antara para pedagang Muslim dan para penguasa lokal.

Pihak yang satu memberikan bantuan dan dukungan materiil, dan pihak kedua memberikan kebebasan dan perlindungan kepada pihak pertama. Menurutnya, dengan adanya konflik antara keluarga bangsawan dengan penguasa Majapahit serta ambisi sebagian dari mereka untuk berkuasa, maka islamisasi merupakan alat politik yang ampuh untuk merebut pengaruh dan menghimpun kekuataan.

“Namun, benarkah demikian? That’s a problem!”, ungkap Arif.

Suasana debat akademis di antara pembicara yang “pro dan kontra” terhadap karya al-Attas dalam acara bedah buku tersebut cukup memanas tetapi tetap mengedepankan akhlaqul karimah dan mengedepankan rasio dibanding emosi.

Begitulah semestinya debat ilmiah para ilmuwan Muslim.*/Abdullah al-Mustofa, penulis peneliti ISFI (Islamic Studies Forum for Indonesia) Kuala Lumpur, Malaysia

Minggu, 25 Maret 2012

Keberanian


“Tears will not erase your sorrow; hope does not make you successful; courage will get you there.”
– Air mata tidak akan menghapus dukamu; berharap tidak akan membuatmu sukses; hanya keberanian yang bisa membawamu kesana. Johni Pangalila

Setiap hari kita mempunyai peluang yang menguntungkan, entah itu dalam skala kecil maupun besar. Bila kita cukup berani, maka peluang-peluang tersebut akan menjadi keberuntungan yang besar. Sebab keberanian akan menimbulkan aksi yang signifikan.

Keberanian adalah suatu sikap untuk berbuat sesuatu dengan tidak terlalu merisaukan kemungkinan-kemungkinan buruk. Aristotle mengatakan bahwa, “The conquering of fear is the beginning of wisdom. Kemampuan menaklukkan rasa takut merupakan awal dari kebijaksanaan.”

Artinya, orang yang mempunyai keberanian akan mampu bertindak bijaksana tanpa dibayangi ketakutan-ketakutan yang sebenarnya merupakan halusinasi belaka. Orang-orang yang mempunyai keberanian akan sanggup menghidupkan mimpi-mimpi dan mengubah kehidupan pribadi sekaligus orang-orang di sekitarnya.

Beberapa abad yang silam Virgil mengatakan, “Fortune favors the bold. – Keberuntungan menyukai keberanian.” Marilah kita belajar dari para tokoh olah raga yang mempunyai prestasi berskala internasional, yaitu Carl Lewis, Michael Jordan, Marilyn King dan lain sebagainya. Mereka mempunyai keberanian yang tinggi untuk menepis segala kekhawatiran akan keterbatasan dalam diri mereka. Karena itulah mereka mampu berprestasi di bidang olah raga dan tampil sebagai tokoh yang berkarakter.

Kita juga mempunyai peluang yang sama besar di bidang yang sama ataupun di bidang lain, misalnya di bidang seni, politik, bisnis, ilmu pengetahuan, filsafat dan lain sebagainya. Tetapi apakah kita sudah mempunyai cukup keberanian menangkap peluang yang datang setiap hari itu dan mengubahnya menjadi prestasi hidup?

Hanya diri kita yang mampu mengukur apakah keberanian kita cukup besar? Marilyn King mengatakan bahwa keberanian kita secara garis besar dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu visi (vision), tindakan nyata (action), dan semangat (passion). Ketiga hal tersebut mampu mengatasi rasa khawatir, ketakutan, dan memudahkan kita meraih impian-impian.

Berdasarkan visi atau tujuan yang ingin kita capai, satu hal yang terpenting adalah kita harus menciptakan kemajuan. Menurut Vince Lombardi, seorang pelatih rugby ternama di dunia, upaya menciptakan kemajuan akan berjalan secara bertahap. Adanya perubahan menjadikan diri kita berani membuat kemajuan yang lebih besar. Karena itu Anthony J. D’Angelo menegaskan, “Don’t fear change, embrace it. – Jangan pernah takut pada perubahan, tetapi peluklah ia erat.” Maka perjelas visi, supaya berpengaruh signifikan terhadap keberanian.

Sementara itu, peluang datang terkadang dengan cara yang tidak terduga. Samuel Johnson mengatakan bahwa, “Whatever enlarges hope will also exalt courage. – Apapun yang dapat memperbesar harapan, maka ia juga akan meningkatkan keberanian.” Artinya, tindakan kerja untuk mengubah peluang akan meningkatkan harapan sekaligus keberanian memikirkan kemungkinan-kemungkinan terbaik atau menanggung resiko kegagalan sekalipun. Jika sudah mengetahui secara pasti apa yang kita inginkan dan sudah melakukan tindakan, maka hal itu akan meningkatkan keberanian untuk tidak pernah menyerah sebelum benar-benar berhasil.

Faktor ketiga yang berpengaruh terhadap tingkat keberanian adalah semangat (passion). Mungkin kita akan terinspirasi semangat seorang olah ragawan Carl Lewis. Dirinya tidak merasa khawatir atau takut akan mengalami kekalahan dalam pertandingan karena ia mempunyai semangat yang tinggi. Semangat Carl Lewis memompa keberaniannya melewati bermacam kesulitan, sehingga ia berhasil meraih 22 medali emas diantaranya : 9 dari olimpiade/Games, 8 dari World Championship, 2 dari Pan America Games.

Ayahnya adalah orang yang paling berjasa dibalik keberaniannya itu. Ayahnya adalah orang yang tidak pernah bosan memberikan dorongan motivasi. Sehingga ketika ayahnya meninggal dunia pada tahun 1987 akibat serangan penyakit kanker, Carl Lewis menguburkan salah satu medali emas dari perlombaan lari 100 m yang paling disukai ayahnya. Dia berjanji untuk mendapatkan kembali medali itu. Semangat Carl Lewis meningkatkan keberaniaannya menembus halangan, hingga ia kembali berhasil mengumpulkan 9 medali emas beberapa tahun kemudian.

Carl Lewis adalah salah satu contoh orang sukses. Ia mempunyai keberanian yang tinggi untuk melakukan sesuatu yang tidak bisa atau tidak akan pernah dikerjakan oleh orang-orang yang biasa-biasa saja. Mereka konsisten menciptakan kemajuan terus menerus. Ekhorutomwen E.Atekha menerangkan, “All you need to keep moving is your ability to keep being courageous. – Segala sesuatu yang menggerakkan dirimu adalah kemampuanmu untuk memacu keberanian.” Mereka senantiasa mempunyai keberanian yang tinggi untuk mengubah kehidupan karena mereka mempunyai visi, melakukan aksi dan mempunyai semangat yang luar biasa.*

Sumber: Keberanian yang Dapat Mengubah Kehidupan oleh Andrew Ho

Sabtu, 28 Januari 2012

TUJUH KALIMAT THAYYIBAH

Apa itu yang dimaksud kalimat -kalimat Thayyibah ? maknanya adalah ucapan-ucapan yang baik dan terbaik yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari bagi seorang muslim.

kalimat pertama adalah “BASMALAH” ini wajib dilakukan disetiap saat, baik mau memulai sesuatu apapun yang baik,contoh mau makan,atau mengendarai kendaraan atau apapun,pokoknya memulai kegiatan yang baik-baik maka ucapkanlah “Bismillahirohmanirrohim”.
Kalimat kedua adalah “ALHAMDALAH” ini juga wajib dilakukan disetiap saat setelah selesai melakukan segala kegiatan yang baik-baik tadi dengan mengucapkan “Alhamdulillahirobbil Alamin”.
Kalimat ke tiga adalah “TAKBIR” yakni “ Allahuakbar”,ketika menghadapi hal-hal yang buruk dan mengejutkan hati atau ke panikan, maka dengan kalimat ini kita menjadi tenang dan bersemangat untuk bangkit. Contoh ketika terjadi gempa, maka seorang muslim tanpa sadar ,dia akan mengucapkan takbir “Allahuakbar”, dan pasti yang mendengarkan akan merasa ikut bersemangat dan bangkit dari kesulitan apapun.
Kalimat yang sering kali kita ucapkan berikutnya adalah “ISTIQFAR” ini adalah ucapan ketika tanpa sadar kita berbuat kesalahan apapun,dan ia tahu bahwa ALLAH sedang memperhatikannya,maka dia berucap mohon ampun “Astaqfirullahal aziim”.
Kalimat yang berikutnya “SUBHANNALLAH” ini sering kali kita ucapkan ketika kita melihat sesuatu yang luar biasa yang Allah ciptakan dan kita bisa melihatnya pada saat itu juga, contohnya ketika saya pertama kali melihat Ka’bah tanpa sadar saya berucap “SUBHANALLAH” dan sayapun menangis.
Kalimat yang berikutnya “MasyALLAH” ini pun wajib kita ucapkan ketika menghadapi sesuatu yang luar biasa (seperti mengagumkan,mengherankan,atau mengerikan) contohnya melihat kambing terlahir dengan berkepala misalnya seperti kelinci, maka tanpa sadar kita akan berucap “MasyALLAH”. Allah maha Suci.
Kalimat yang terakhir adalah “INNALILLAHI WAINA ILAHI ROJIUN” kalimat ini sering kita ucapkan ketika diri kita, saudara kita atau siapapun yang mendapat musibah,terutama ruh berpisah pada jasadnya,maka tanpa sadar kalimat ini pun meluncur dengan sempurnanya. Sadar bahwa kita ,siapapun ia,pasti akan mengalami nasib yang serupa,yakni berpisahnya jasad dengan ruh.
Sebenarnya kalimat Thayyibah ini tidak hanya terbatas pada hal-hal yang saya sebutkan diatas,tapi jumlahnya sangat banyak diantaranya dengan memuji nama-nama Allah yang berjumlah 99 nama yang dinamai ASMAHUL HUSNAH.

Inipun juga termasuk kalimat Thayyibah yang berbunyi “LA HAULA WALAQUATA ILA BILLAH”

Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan...wassalamualaikum warahmatullahi wa barokatuh